Selamat Datang

Salam kenal untuk kamu.
selamat datang, mari saling mengisi, lalu terhanyut dalam diksi. Moumantay. :)

Monday, December 1, 2014

Review Film: Crows Zero


“Di Suzuran, lelaki ditentukan oleh pukulannya”

Itulah kalimat pertama dari siswa yang berbicara diawal film pada saat event penerimaan siswa baru. Kalimatnya cukup mewakili plot besar dari keseluruh film ini. Walaupun sampai akhir film orang tersebut gak ngaruh sama sekali, tapi kata – katanya  yang keluar tersebut adalah kuntji.

Jika anda bertanya apakah ada yang menyaingi kenikmatan tarung drajat selain anak – anak kapal dan boedoet, jawabannya ada. Suzuranlah tempatnya. Sekolah yang terlihat seperti gudang. Coretan dimana – dimana. Beberapa kaca kelas pecah dan tak terawat. Guru yang jauh dari kata dihormati. Itulah Suzuran.

Takiya Genji
Takiya Genji, seorang anak pindahan yang punya mimpi untuk menjadi “raja” di Suzuran mengawali hari pertamanya dengan melawan Yakuza. Semuanya TKO. Di Suzuran, target Genji adalah melawan seluruh jagoan tarung yang ada disana. Jelas motivasinya  bukan karena sering mendengarkan ocehan Mario Teguh. Surat tantangan langsung dia berikan dengan cara menimpa coretan sebuah nama di atap sekolah dengan pilox dan merubah menjadi namanya. Nama yang ditimpa tersebut adalah nama seorang jagoan yang selangkah lagi menjadi “Raja” Suzuran.


Takao Serizawa
Di tempat lain, seorang bocah bertampang konyol yang masih memakai seragam sekolah sedang kejar – kejaran dengan detektif kepolisian. Penyebabnya klasik, tidak punya SIM. Kejar – kejaran tersebut sekilas tidak adil dimana si detektif memakai mobil dan si pelajar dengan motor butut. Ini seperti membandingkan Walking Dead dengan Tukang Bubur Naik Haji, pemenangnya sudah ketahuan bahkan sejak melihat label. Tapi kejar – kejaran itu dimenangkan oleh pemuda karena mobil detektif terjungkir pada waktu pengejaran. Akhirnya pemuda tersebut sampai di Suzuran. Ternyata si detektif belum menyerah dan malah mendatangi sekolah itu dengan selusin mobil patroli untuk menangkap si anak muda. Anak muda itu, raja Suzuran, Takao Serizawa.

Itulah gambaran 10 menit pertama film Crows Zero. Greget!

dan sisa ceritanya berkutat adu otot, adu teriak, dan adu urat saraf antara majelis ini:




dengan gerombolan mas - mas ini :



Satu hal yang pasti, Crows Zero bukan film untuk anak sekolah karena didalamnya banyak contoh yang tidak baik. Ada tawuran, penyalahgunaan fasilitas, coret – coret tembok, dll. Tapi untuk ukuran kualitas cerita dan sinematografi, menurut saya Crows Zero patut diacungi jempol, bodo amat menurut Mas Anang sih. Ceritanya terasa sangat dekat dengan yang terjadi di sekolah kebanyakan dan pencahayaan pada setiap adegan terasa sangat pas. Bahkan endingnya cukup dramatis namun manis.

film ini cocok untuk orang yang tidak suka basa - basi karena layaknya The Raid, film ini tanpa tetek bengek langsung bak buk bak buk lalu bergaya orgasme kemenangan. 

sejujurnya,
Saya tidak paham betul siapa sutradaranya, produsernya, atau bahkan pemeran utama dan pemain pendukungnya. saya juga tidak tahu soundtrack-nya, yang jelas keren itu. Satu hal yang pasti, tidak ada rasa sesal karena telah menghabiskan waktu sekitar 2 jam dalam menonton film ini. Kalaupun ada yang perlu disesalkan, mungkin hanya satu. Film ini dirilis tahun 2007 dan saya baru nonton tahun 2014. Hina!







No comments:

Post a Comment