Selamat Datang

Salam kenal untuk kamu.
selamat datang, mari saling mengisi, lalu terhanyut dalam diksi. Moumantay. :)

Tuesday, December 16, 2014

Destinalog Gunung Galunggung

Bulan maret 2013, saya sempat melakukan ekspedisi kecil – kecilan ke dua gunung yang kurang populer, Gunung Tampomas dan Gunung Galunggung. Bagi kamu yang sudah baca buku Penunggu Puncak Ancala terbitan Bukune, mungkin kamu sudah tahu bagaimana serunya perjalanan saya di Gunung Tampomas. Bagi yang belum, Silahkan beli dan baca! Iya, ini paragraf promosi…

Jadi, setelah dari Gunung Tampomas, beberapa dari kami melanjutkan ekspedisi ke Gunung Galunggung. Gunung dengan tinggi 2.167 mdpl yang berada 17 Km dari pusat kota Tasikmalaya. Gunung Galunggung merupakan gunung vulkanik yang masih aktif, namun sedang tertidur pulas. Dia terakhir meletus tahun 1982 pada bulan Mei sampai dengan Januari 1983 selama 9 bulan. Letusan itu menyebabkan 22 desa ditinggal oleh para penghuninya dan menyebabkan banyak yang meninggal karena kecelakaan, kedinginan, dan kekurangan pangan.

Namun saat ini, dia seperti gunung – gunung lainnya ketika pasca letusan hebat. Dia menjadi cantik.

Dengan mencarter angkot, Saya bersama ketiga orang teman sampai di kaki gunung Galunggung pada malam hari, sekitar pukul 11.00 malam. Kami disambut oleh deretan warung yang terlihat kosong karena hanya buka pada waktu pagi hari. Yang menjadi perhatian kami saat tiba disana adalah sebuah kendaraan model SUV mewah berwarna hitam dan sebuah mobil pick-up. Disekeliling mobil tersebut terdapat beberapa warga, mungkin sekitar 2-4 orang yang sepertinya sedang berjaga – jaga. Mereka hanya mengenakan kaos, celana jeans, kupluk, beberapa orang terlihat melilitkan sarung ke lehernya, dan kesemuanya menggenggam senter.

“Ada apaan nih?” Pikir saya saat itu dalam hati.

Afandi, orang yang paling senior di kelompok langsung menyuruh kami untuk beristirahat di salah satu warung sambil menunggu pagi sementara dia izin ke toilet. Toiletnya terletak di depan mushola dan agak gelap. Afandi berlari – lari kecil kesana.

Tidak berapa lama, Afandi kembali dengan wajah yang terlihat agak tegang.

“Kenapa lo?” tanya saya

“Nggak, gue tau jawabannya kenapa ada mobil mewah disini.” Sahutnya

“Kenapa?” tanya kami semua

“Tadi pas gue ke toilet, gue sempet ngeliat di toilet yang sebelah kanan ada laki – laki pake baju sejenis gamis berwarna putih sedang mandi sambil ngomong – ngomong gak jelas gitu. Sepertinya sih semacam doa. Macam ritual gitu. Dari baunya, air tempat dia mandi sepertinya juga sudah dicampur sama kembang tujuh rupa, menyengat. Di depan kamar mandi ada penjaganya, bodyguard sepertinya. Dua orang. Ya gue permisi aja ke mereka dengan bilang mau ke toilet sebelahnya. Untungnya dikasih.”

Kami yang mendengarnya jadi rada merinding. Malam itu, memang hanya kami rombongan pendaki di gunung galunggung. Berarti bersama dengan rombongan bermobil itu, hanya ada dua rombongan di tempat tersebut. Maklum, bulan itu bukan bulan dengan cuaca yang baik untuk pendakian dan seperti yang saya bilang di awal, Gunung Galunggung juga bukan gunung yang populer.

“udah, kita istirahat aja, tidur. Gak enak sama mereka. Pura – pura gak tau aja” ujar Afandi.

Kamipun mulai mengatur posisi untuk tidur. Di warung yang tidak begitu besar, Alhamdulillah, kami bisa tidur dengan kaki yang bisa diluruskan walaupun dengan sedikit berdesakan. Saya sendiri sudah sangat mengantuk malam itu karena sore harinya kami baru turun dari Gunung Tampomas dan langsung melanjutkan kesini.

Tidak berapa lama, terdengar suara mobil dinyalakan yang membuat mata saya gagal terpejam. Ternyata rombongan tersebut sudah akan pergi. Sepertinya “ritual” tersebut telah selesai. Sekitar tiga orang berjalan ke arah mobil. Afandi sendiri juga melihat rombongan tersebut. Sepertinya dia ingin mengidentifikasi siapa orang yang mandi dengan mengenakan gamis berwarna putih di toilet tadi. Tampaknya, tak seorang pun yang mengenakan gamis tersebut. Semuanya memakai pakaian rapih, jas hitam dan celana bahan. Mungkin orang yang mandi tadi juga telah ganti baju.

Dua teman kami, Hani dan Aga juga telah terjaga dari tidurnya untuk sekedar melihat kepergian rombongan tersebut. Terlihat bapak – bapak dengan badan yang agak gemuk masuk ke kursi penumpang sementara dua orang lainnya duduk di depan. Sepertinya dia bos-nya. Dan mungkin yang melakukan “ritual” di toilet tadi.

“hah, akhirnya mereka pergi juga.” Ujar Aga

“Eh liat – liat, kaca mobilnya di buka.” Hani sedikit berbisik. Memang terlihat kaca mobil SUV mewah di kursi penumpang, tempat si bos duduk, sudah terbuka. Laki – laki berbadan gemuk tersebut terlihat agak melongokkan kepalanya keluar dan melihat ke arah belakang mobilnya.

“Assalamualaikum.. “ ucap dia sambil menganggukkan sedikit kepalanya.

Refleks, kami berempat melihat ke arah belakang mobilnya. Arah tujuan si laki – laki itu mengucapkan salam. Hanya terlihat ada semak yang seperti pembatas antara mobil tersebut dengan toilet. Gelap. Tidak ada siapapun. Hanya terdengar suara knalpot mobil yang siap melaju di malam itu. Suara yang makin lama makin mengecil seiring dengan menjauhnya mobil tersebut dari warung tempat kami berbaring. Melaju ke arah tempat kami datang yang berarti mobil itu pergi ke arah kota Tasik.

“bah, udah, tidur lagi lah yuk” ajak Afandi dan kamipun kembali berbaring dalam kantung tidur masing – masing.

“Waalaikumsalam…!” tiba – tiba terdengar suara serak dan berat dari arah belakang kami. Sepertinya berasal dari tempat yang kami lihat sebelumnya. Suara yang berasal dari semak yang memisahkan mobil dan toilet. Kemudian hening.

Saat itu, kami tiba – tiba saling pandang satu sama lain. Artinya, bukan saya saja, tapi teman – teman saya juga mendengar suara yang sama. Itu nyata! Pelan – pelan kami meluruskan tatapan ke langit – langit warung tersebut, kami kembali mencoba menutup kelopak mata dalam diam sambil menunggu degup jantung yang kembali normal serta menunggu bulu kuduk untuk berhenti merinding.

Sekian ceritanya. Oiya, itu kisah nyata.

Sekarang, mari kita masuk ke Destinalog-nya. toret toreeeeet... (toret toreeeeet... merupakan keterangan tambahan supaya suasana ceria lagi)

Menikmati pagi di kaki Gunung Galunggung berarti mendapat sarapan berupa pemandangan aduhai kota Tasik dari ketinggian. Bangunan dan pepohonan yang terlihat mungil bercampur dengan kumpulan kabut pagi di kejauhan. Pemandangannya seperti ini :



Jika kita ingin mendaki Gunung Galunggung, sebenernya ada cara mudah yaitu dengan melalui tangga. Tapi tolonglah… tangga itu hanya untuk mental bocah dengan umur 12 tahun kebawah atau orang tua penderita reumatik dan asam urat. Tapi kalaupun kamu tetap ingin naik tangga, ya gak apa – apa juga. Pfft… oke, oke, maaf. Tangganya berada persis di parkiran kendaraan.


Tapi, saya sih menawarkan sesuatu yang lebih oke, yaitu melewati jalur penangkap burung. Tenang saja, tujuannya sama kok dengan menggunakan tangga yaitu bibir kawah gunung tersebut. Hanya saja, dengan menggunakan jalur alternatif tersebut, kamu akan sampai di sisi yang berbeda di bibir kawah. Selain itu, dengan melewati jalur tersebut, kamu akan menikmati dinding – dinding tebing yang memanjakan mata.

Berbeda dengan tangga yang menggunakan beton, jalur penangkap burung masih alami dengan campuran tanah padat dan pasir vulkanik. Memang sedikit lebih berat dan lelah bila dibandingkan dengan menggunakan tangga, namun bukankah sunnatullah-nya seperti itu? Sesuatu akan terjadi lebih indah jika kita berusaha sedikit lebih keras.

Jika kamu ingin melewati jalur penangkap burung tersebut, maka perhatikan baik - baik foto dibawah ini.


Kamu lihat di foto tersebut ada mushola berwarna hijau, nah di depannya ada toilet. Iya, toilet yang sama dengan cerita di awal post ini J. Bukan, bukan kesitu. Cuma mau ngingetin saja dengan cerita di awal. Oke, jalurnya berada di belakang mushola itu. Kamu lihat sutet yang menjulang ? Nah jalurnya persis melewati samping sutet tersebut. Pintu masuk jalurnya berada di antara warung terakhir di sebelah kiri dan mushola itu.

Jika sudah berada di jalur seperti ini.


Berarti kamu berada di jalan yang benar, kawan. Bergembiralah…

Ketika sudah sampai di ujung jalur tersebut, berarti kamu sudah sampai di bibir kawah. Lihatlah pemandangan di sekelilingmu. Sebelah kanan masih tebing yang tersambung dengan titik tertinggi Gunung Galunggung. Sebelah kirimu adalah jalur bibir kawah yang akan membawa kamu ke titik terakhir dari jalur tangga. Dan di depan kamu adalah kawah dimana setengahnya merupakan danau vulkanik dan setengahnya lagi telah menjadi daratan berhampar hijau. Menenangkan.


Jika sudah di titik ini, kamu mempunyai dua pilihan. Pertama, jika kamu ingin santai tapi jelas tidak seperti di pantai, kamu bisa langsung melipir ke arah kiri mengikuti jalur bibir kawah dan berleha – leha di warung yang berada tepat di ujung jalur tangga. Namun, jika kamu penyuka tantangan, ingin tahu banyak hal, wanita, dan sedang jomblo, maka kamu cocok untuk saya… eh, anu, maaf bukan itu maksud saya.

Oke,

Fokus Indra, fokus!

Baik, mari kita ulangi kalimat terakhir.
Namun, jika kamu penyuka tantangan, ingin tahu banyak hal, dan masih mempunyai waktu, maka kamu punya pilihan untuk turun ke kawah menikmati pemandangan berupa tembok tembok gunung di sekeliling kamu. Bahkan jika ada yang ingin (baca: berani) bermalam di kawah, kamu bisa mendirikan tenda dimanapun. Tentu kamu juga bisa ber-narsis ria di tengah kawah tersebut. Seperti ini lah kira – kira :


Untuk jalur kembali ke parkiran, dari kawah kamu bisa kembali naik ke titik percabangan yang sudah saya jelaskan tadi dan tinggal mengambil jalur berpasir ke arah warung – warung di bibir kawah. Selanjutnya kamu tinggal turun melalui tangga menuju parkiran dan jangan lupa untuk menghitung jumlah anak tangganya. Menurut data di internet, sih, totalnya 620 anak tangga, namun ketika kami yang berjumlah empat orang ini menghitung, kami mendapatkan angka yang berbeda satu sama lain.

Itu saja, terima kasih sudah membaca Destinalog ini sampai habis. Sukses untuk yang mau ke Gunung Galunggung dan sampai jumpa di Destinalog berikutnya. Kanpai!

KANPAI!!!

No comments:

Post a Comment