Selamat Datang

Salam kenal untuk kamu.
selamat datang, mari saling mengisi, lalu terhanyut dalam diksi. Moumantay. :)

Friday, December 19, 2014

Review Film: Pendekar Tongkat Emas



Saya melihatnya seperti Avengers dalam perfilman Indonesia. Sejak pertama kali saya melihat promonya di twitter, tanpa ada pertimbangan lagi saya merasa harus menonton film Pendekar Tongkat Emas. Deretan pemeran seperti Nicholas Saputra, Reza Rahadian, Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Tara Basro, dan bahkan sang kuda hitam Eva Celia sangat memicu rasa ingin tahu lalu menimbulkan tanya, ‘seperti apa film ini sebenarnya?’. Semalam terjawab sudah, Mira Lesmana dengan MILES Film-nya bersama dengan sutradara Ifa Isfansyah memukau penonton dengan drama persilatan yang keren dengan balutan pemandangan yang memanjakan mata.

Sulit sekali rasanya membuat review Pendekar Tongkat Emas tanpa meberikan spoiler. Film ini mempunyai twist yang tidak disangka dan terjadi di awal paruh pertama film.

Dikisahkan di sebuah negeri (kita pura – pura gak tau aja, ya, kalo setting-nya di Sumba. Biar terdengar keren) ada seorang guru silat yang sudah uzur, Cempaka (Christine Hakim) namanya. Diketahui, bahwa sebelumnya Cempaka mempunyai padepokan silat bernama Perguruan Tongkat Emas. Namun, karena suatu hal, Ia mengucilkan diri dan mengajak serta empat muridnya untuk diajak berlatih bersama. Si buta dari gua hantu bukan salah satunya.

Biru (Reza Rahadian), Dara (Eva Celia), Gerhana (Tara Basro), dan Angin (Aria Kusumah) adalah para murid dari Cempaka. Mereka adalah calon pewaris sejati dari Tongkat Emas yang saat itu masih menjadi milik Cempaka. Kamu bingung kenapa list diatas tidak ada Nicholas Saputra? Tenang saja, dia masih seperti yang dulu, hadir ketika madingnya siap terbit.


Di suatu siang, dalam prosesi pewarisan Tongkat Emas ke generasi selanjutnya, Cempaka terbunuh. Seperti film – film keren pada umumnya, Cempaka dibunuh oleh orang dekatnya. Siapa? Kepo deeeh… nonton dong, ah.

Para murid Cempaka pun akhirnya berduel untuk mendapatkan Tongkat Emas, lambang kekuasaan dari perguruan yang menggunakan nama yang sama. Wajar saja mereka berseteru, jika saja saat itu sudah ada Pengadilan Agama yang mengurusi hak waris, mungkin perseteruan mereka bisa dihindari. Tongkat emas tersebut tinggal dijual dan hasil penjualannya tinggal dibagi – bagi ke keempat muridnya. Laki – laki mendapat hak dua kali lebih besar daripada wanita. Tapi mungkin hal tersebut hanya terjadi jika film ini berubah judul menjadi Pendekar Tongkat Emas Syariah. Nyatanya, mereka tarung drajat untuk menentukan siapa yang lebih pantas menjadi pewaris sejati tongkat emas.

Dalam perjalanan ceritanya, salah seorang murid Cempaka berguru kepada pendekar sok misterius bernama Elang (Nicholas Saputra). Kan sudah saya bilang, dia masih seperti dulu, juga dengan sifat sok misterius-nya. Karena dia sok misterius, maka mari selesaikan review ceritanya sampai disini karena sisanya adalah spoiler.

Secara keseluruhan, saya sangat – sangat puas dengan film ini. Mengingatkan saya dengan film silat jaman dulu seperti pendekar rajawali dan si buta dari gua hantu. Penamaan pendekar yang unik seperti Elang, Gerhana, Cempaka, Naga Putih, Cupang Alay, Cabe – Cabean Hiphop kental sekali dengan memori saya akan tontonan silat semasa kecil.

Dalam sebuah interview dengan media, Mira Lesmana mengatakan bahwa budget untuk membuat film Pendekar Tongkat Emas ini mencapai 25M (milliar, bukan meter) dan merupakan film dengan dana produksi terbesar yang pernah dia buat sejauh ini. Nilai yang wajar untuk sebuah film drama kolosal yang di garap dengan modern dan diperankan dengan aktor dan aktris nomor wahid Indonesia. Cobalah rasakan sensasi menonton film yang nilainya kurang lebih Rp. 200.000.000-an per menit.


Meragukan kemampuan aktor macam Christine Hakim, Reza Rahadian, dan Nicholas Saputra dalam hal akting sama saja meragukan keaslian kumis Mas Adam Suseno, suaminya Inul. Akting mereka sempurna dan tanpa cela. Tara Basro pun, menurut saya, berakting sangat baik dengan mampu mengimbangi tiga aktor sebelumnya. Eva Celia, si kuda hitam, dengan peran sekompleks Dara di film tersebut, dengan aktingnya telah mampu menjawab keraguan banyak orang (paling tidak, teman – teman saya) yang beranggapan dia hanya aji mumpung karena merupakan keponakan dari Mbak Mira. She is an actress now. Semua pemeran sangat total dalam perannya dimana terkadang emosi pun sampai terbawa ke penonton. Bahkan, dalam salah satu adegan gelud, penonton di sebelah saya tak henti mengepalkan tangannya sambil bergumam, ‘mampus lu! Mampus lu! Mampus lu..!’. Dia gemes sendiri ngeliat filmnya, saya gemes sendiri mau toyor kepalanya.

Keseluruhan film ini luar biasa. Menurut saya sebagai penikmat, tidak ada yang perlu di kritisi. Jika ada yang protes karena beberapa adegan dimana seseorang bisa terlempar jauh karena tendangan atau pukulan, ya itulah sesungguhnya film silat. Jika ada yang mengeluh beberapa potongan efek kurang sempurna, kesempurnaan itu hanya milik Tuhan dan Tas Ransel Deuter, kawan.  Dan jika ada yang protes mengapa di film ini tidak ada naga terbang… saya bingung jawabnya. Paling yang membuat saya sedikit memicingkan mata adalah ketika beberapa kali ganti adegan dari malam ke siang hari yang mendadak. lensa mata harus menyesuaikan cahaya yang masuk. Sisanya… cool!

Ketika saya menulis tulisan ini (hari kedua), sudah ada 143 layar bioskop yang menayangkan Pendekar Tongkat emas dari yang sebelumnya hanya 125 layar. Tontonlah untuk mengurangi persentase tingkat kekurang-updetan alias kudet masyarakat Indonesia.

Sekian review Pendekar Tongkat Emas dari saya, lebih kurangnya mohon maaf.
Wassalamualaikum wr. wb.

No comments:

Post a Comment