“Di Suzuran, lelaki ditentukan oleh pukulannya”
Itulah kalimat pertama dari siswa yang berbicara diawal film
pada saat event penerimaan siswa baru. Kalimatnya cukup mewakili plot besar
dari keseluruh film ini. Walaupun sampai akhir film orang tersebut gak ngaruh
sama sekali, tapi kata – katanya yang
keluar tersebut adalah kuntji.
Jika anda bertanya apakah ada yang menyaingi kenikmatan
tarung drajat selain anak – anak kapal dan boedoet, jawabannya ada. Suzuranlah tempatnya. Sekolah yang terlihat seperti gudang. Coretan dimana – dimana.
Beberapa kaca kelas pecah dan tak terawat. Guru yang jauh dari kata dihormati.
Itulah Suzuran.
Takiya Genji |
Takiya Genji, seorang anak pindahan yang punya mimpi untuk
menjadi “raja” di Suzuran mengawali hari pertamanya dengan melawan Yakuza.
Semuanya TKO. Di Suzuran, target Genji adalah melawan seluruh jagoan tarung
yang ada disana. Jelas motivasinya bukan
karena sering mendengarkan ocehan Mario Teguh. Surat tantangan langsung dia berikan
dengan cara menimpa coretan sebuah nama di atap sekolah dengan pilox dan merubah menjadi namanya.
Nama yang ditimpa tersebut adalah nama seorang jagoan yang selangkah lagi menjadi “Raja” Suzuran.
Takao Serizawa |
Di tempat lain, seorang bocah bertampang konyol yang
masih memakai seragam sekolah sedang kejar – kejaran dengan detektif kepolisian.
Penyebabnya klasik, tidak punya SIM. Kejar – kejaran tersebut sekilas tidak
adil dimana si detektif memakai mobil dan si pelajar dengan motor butut. Ini
seperti membandingkan Walking Dead dengan Tukang Bubur Naik Haji, pemenangnya
sudah ketahuan bahkan sejak melihat label. Tapi kejar – kejaran itu dimenangkan
oleh pemuda karena mobil detektif terjungkir pada waktu pengejaran. Akhirnya
pemuda tersebut sampai di Suzuran. Ternyata si detektif belum menyerah
dan malah mendatangi sekolah itu dengan selusin mobil patroli untuk menangkap si
anak muda. Anak muda itu, raja Suzuran, Takao Serizawa.
Itulah gambaran 10 menit pertama film Crows Zero. Greget!
dan sisa ceritanya berkutat adu otot, adu teriak, dan adu urat saraf antara majelis ini:
dengan gerombolan mas - mas ini :
Satu hal yang pasti, Crows Zero bukan film untuk anak
sekolah karena didalamnya banyak contoh yang tidak baik.
Ada tawuran, penyalahgunaan fasilitas, coret – coret tembok, dll. Tapi untuk ukuran kualitas cerita dan
sinematografi, menurut saya Crows Zero patut diacungi jempol, bodo amat menurut Mas Anang sih. Ceritanya terasa sangat dekat dengan
yang terjadi di sekolah kebanyakan dan pencahayaan pada setiap adegan terasa sangat pas. Bahkan endingnya
cukup dramatis namun manis.
film ini cocok untuk orang yang tidak suka basa - basi karena layaknya The Raid, film ini tanpa tetek bengek langsung bak buk bak buk lalu bergaya orgasme kemenangan.
sejujurnya,
Saya tidak paham betul siapa sutradaranya, produsernya, atau
bahkan pemeran utama dan pemain pendukungnya. saya juga tidak tahu soundtrack-nya, yang jelas keren itu. Satu hal yang pasti, tidak ada
rasa sesal karena telah menghabiskan waktu sekitar 2 jam dalam menonton film ini. Kalaupun
ada yang perlu disesalkan, mungkin hanya satu. Film ini dirilis tahun 2007 dan
saya baru nonton tahun 2014. Hina!
No comments:
Post a Comment