Saya melihatnya seperti Avengers dalam perfilman Indonesia. Sejak
pertama kali saya melihat promonya di twitter, tanpa ada pertimbangan lagi saya
merasa harus menonton film Pendekar Tongkat Emas. Deretan pemeran seperti
Nicholas Saputra, Reza Rahadian, Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Tara Basro,
dan bahkan sang kuda hitam Eva Celia sangat memicu rasa ingin tahu lalu
menimbulkan tanya, ‘seperti apa film ini sebenarnya?’. Semalam terjawab sudah,
Mira Lesmana dengan MILES Film-nya bersama dengan sutradara Ifa Isfansyah memukau penonton dengan drama persilatan
yang keren dengan balutan pemandangan yang memanjakan mata.
Sulit sekali rasanya membuat review Pendekar Tongkat Emas
tanpa meberikan spoiler. Film ini mempunyai twist yang tidak disangka dan terjadi
di awal paruh pertama film.
Dikisahkan di sebuah negeri (kita pura – pura gak tau aja, ya,
kalo setting-nya di Sumba. Biar terdengar keren) ada seorang guru silat yang
sudah uzur, Cempaka (Christine Hakim) namanya. Diketahui, bahwa sebelumnya Cempaka
mempunyai padepokan silat bernama Perguruan Tongkat Emas. Namun, karena suatu
hal, Ia mengucilkan diri dan mengajak serta empat muridnya untuk diajak
berlatih bersama. Si buta dari gua hantu bukan salah satunya.
Biru (Reza Rahadian), Dara (Eva Celia), Gerhana (Tara
Basro), dan Angin (Aria Kusumah) adalah para murid dari Cempaka. Mereka adalah
calon pewaris sejati dari Tongkat Emas yang saat itu masih menjadi milik
Cempaka. Kamu bingung kenapa list diatas tidak ada Nicholas Saputra? Tenang saja, dia masih
seperti yang dulu, hadir ketika madingnya siap terbit.
Di suatu siang, dalam prosesi pewarisan Tongkat Emas ke
generasi selanjutnya, Cempaka terbunuh. Seperti film – film keren pada umumnya,
Cempaka dibunuh oleh orang dekatnya. Siapa? Kepo deeeh… nonton dong, ah.
Para murid Cempaka pun akhirnya berduel untuk mendapatkan Tongkat
Emas, lambang kekuasaan dari perguruan yang menggunakan nama yang sama. Wajar saja mereka berseteru,
jika saja saat itu sudah ada Pengadilan Agama yang mengurusi hak waris, mungkin
perseteruan mereka bisa dihindari. Tongkat emas tersebut tinggal dijual dan hasil
penjualannya tinggal dibagi – bagi ke keempat muridnya. Laki – laki mendapat
hak dua kali lebih besar daripada wanita. Tapi mungkin hal tersebut hanya
terjadi jika film ini berubah judul menjadi Pendekar Tongkat Emas Syariah. Nyatanya,
mereka tarung drajat untuk menentukan siapa yang lebih pantas menjadi pewaris sejati tongkat emas.
Dalam perjalanan ceritanya, salah seorang murid Cempaka
berguru kepada pendekar sok misterius bernama Elang (Nicholas Saputra). Kan sudah
saya bilang, dia masih seperti dulu, juga dengan sifat sok misterius-nya. Karena
dia sok misterius, maka mari selesaikan review ceritanya sampai disini karena
sisanya adalah spoiler.
Secara keseluruhan, saya sangat – sangat puas dengan film
ini. Mengingatkan saya dengan film silat jaman dulu seperti pendekar rajawali
dan si buta dari gua hantu. Penamaan pendekar yang unik seperti Elang, Gerhana,
Cempaka, Naga Putih, Cupang Alay, Cabe – Cabean Hiphop kental sekali
dengan memori saya akan tontonan silat semasa kecil.
Dalam sebuah interview
dengan media, Mira Lesmana mengatakan bahwa budget untuk membuat film Pendekar Tongkat Emas ini mencapai 25M
(milliar, bukan meter) dan merupakan film dengan dana produksi terbesar yang
pernah dia buat sejauh ini. Nilai yang wajar untuk sebuah film drama kolosal
yang di garap dengan modern dan diperankan dengan aktor dan aktris nomor wahid
Indonesia. Cobalah rasakan sensasi menonton film yang nilainya kurang lebih Rp.
200.000.000-an per menit.
Meragukan kemampuan aktor macam Christine Hakim, Reza
Rahadian, dan Nicholas Saputra dalam hal akting sama saja meragukan keaslian kumis
Mas Adam Suseno, suaminya Inul. Akting mereka sempurna dan tanpa cela. Tara
Basro pun, menurut saya, berakting sangat baik dengan mampu mengimbangi tiga
aktor sebelumnya. Eva Celia, si kuda hitam, dengan peran sekompleks Dara di
film tersebut, dengan aktingnya telah mampu menjawab keraguan banyak orang (paling
tidak, teman – teman saya) yang beranggapan dia hanya aji mumpung karena
merupakan keponakan dari Mbak Mira. She
is an actress now. Semua pemeran sangat total dalam perannya dimana terkadang
emosi pun sampai terbawa ke penonton. Bahkan, dalam salah satu adegan gelud, penonton di sebelah saya tak
henti mengepalkan tangannya sambil bergumam, ‘mampus lu! Mampus lu! Mampus lu..!’.
Dia gemes sendiri ngeliat filmnya, saya gemes sendiri mau toyor kepalanya.
Keseluruhan film ini luar biasa. Menurut saya sebagai
penikmat, tidak ada yang perlu di kritisi. Jika ada yang protes karena beberapa
adegan dimana seseorang bisa terlempar jauh karena tendangan atau pukulan, ya itulah
sesungguhnya film silat. Jika ada yang mengeluh beberapa potongan efek kurang
sempurna, kesempurnaan itu hanya milik Tuhan dan Tas Ransel Deuter, kawan. Dan jika ada yang protes mengapa di film ini
tidak ada naga terbang… saya bingung jawabnya. Paling yang membuat saya sedikit
memicingkan mata adalah ketika beberapa kali ganti adegan dari malam ke siang hari
yang mendadak. lensa mata harus menyesuaikan cahaya yang masuk. Sisanya… cool!
Ketika saya menulis tulisan ini (hari kedua), sudah ada 143
layar bioskop yang menayangkan Pendekar Tongkat emas dari yang sebelumnya hanya
125 layar. Tontonlah untuk mengurangi persentase tingkat kekurang-updetan alias
kudet masyarakat Indonesia.
Sekian review Pendekar Tongkat Emas dari saya, lebih
kurangnya mohon maaf.
Wassalamualaikum wr. wb.
No comments:
Post a Comment