Semalam, saya iseng buka buku kumpulan ide yang pernah
saya buat. Entah ada angin apa, tiba – tiba pengen aja gitu buka buku berwarna hitam itu. Buku yang gak banyak orang tau karena isinya berupa kumpulan ide dan konsep personal. Buku yang selalu gue buka kalau tiba – tiba
ada ilham dan kata – kata keren yang terlintas dalam kepala.
Isi dari buku itu beragam, mulai dari ide – ide kecil
mengenai masalah organisasi, sampai ide – ide besar seperti beberapa premis dan
outline novel fiksi. gegayaan yak? bodo amat. Buku itu juga media ketika saya
ingin menulis puisi.
WHAT?! INDRA BISA BIKIN PUISI?
Memang gak banyak, tapi ada!
Halaman demi halaman yang bertanda "puisi" saya baca dengan
sesekali tersenyum. “emang gue bisa ya bikin puisi?” pikir saya yang sering
kali terlintas di otak. Ada beberapa puisi yang sedikit aneh, saya
geli sendiri waktu bacanya. Ada juga puisi yang saya sendiri nggak percaya pernah
buat yang seperti itu.
Sampailah saya di halaman terakhir dan saya baru ingat,
ternyata sudah setahun lebih saya gak bikin puisi. puisi saya terakhir
adalah tentang kemerdekaan Indonesia yang ke 68 tahun 2013. Dibuat (seperti
biasa) setelah makan siang dimana saya bosan dengan kerjaan saya dan coba
mengalihkan fokus ke kegiatan yang lain. Sok nasionalis ya saya? Bodo.
Puisi ini juga pernah saya
posting di notes facebook. Tapi, berhubung menurut saya puisinya keren
(iya, saya narsis) dan itung – itung sebagai postingan pendukung dalam kegiatan
migrasi blog, maka saya akan kembali menulisinya disini.
Selamat menikmati dunia dalam
diksi. J
========================================================
Kujelang Enam Delapan
Kujelang enam delapan
Kembali berdiri di tanah ibukota
Menghirup polusi udaranya
Bersentuhan dengan debu – debu jalannya
Mencuri lihat cemberut penghuninya
Tampaklah kota yang belum tuntas memenuhi angan kaum para
urbannya.
Kujelang enam delapan
Melihat gedung pencakar langit menunjuk awan
Yang kadang menjadi lokasi bagi wisatawan
Juga simbol sentralisasi kebijakan
Tempat mengejar nafsu yang melebihi sandang, papan, dan
pangan
Pertanyaannya, apa kabarnya pemerataan pembangunan?
Kujelang Enam Delapan
Lebih dari sekedar perhatian ke Ibukota
Apalagi sekedar kombinasi genap dua angka
Ini tentang umur suatu negara
Cerita tentang sebuah bangsa
Yang pendirinya menolak mati dan memilih MERDEKA!
Kujelang Enam Delapan
Dengan bangga yang entah rasa itu terlihat ada atau tiada
Mendengar sang jelata bergumam tentang penguasa
Melihat penguasa bersolek dandan ria di media
Bangga?
Wajarlah bila lebih ku bangga terhadap Ki Hajar Dewantara
Kujelang Enam Delapan
Melihat tragis nan miris terkikisnya Bhinneka Tunggal Ika
Konflik antar saudara
Senjatanya isu sara
Semua etnis dan golongan ingin juara
Ego dijunjung tinggi setinggi langit yang mengudara
Apa kabar Bhinneka? Apakah tetap Tunggal Ika?
Lalu,
Kujelang Enam Delapan
Mencoba melihat manis takdirnya
Biru pantai membentang di badannya
Hijau hutan menjadi payungnya
Tinggi gunung menjadi pasaknya
Flora Fauna adalah kekayaannya
Ragam budaya tetap pada kearifannya
Kujelang Enam Delapan
Teringat damainya meditasi di tengah edelweiss Surya Kencana
Menyusun kembali memori eksotika Sumbawa dari puncak Gunung
Tambora
Dan
Terus memimpikan untuk sekali saja berdiri di ujung Jaya
Wijaya
Kujelang Enam Delapan,
Memilih sadar bahwa negara ini masih bertumbuh kembang
Dan tanpa perlu menunggu si lalim tumbang
Mungkin belum sekarang, tapi Indonesia pasti kan terbang!
Kujelang Enam Delapan
Dengan berdoa padamu Ya Tuhan,
Buatlah negeri ini makmur di masa – masa depan
Amin…
Rawamangun, 13 Agustus 2013
Indra Maulana
Di kantor, sendirian, gak ada kerjaan.
No comments:
Post a Comment