Setelah dua seri sebelumnya yaitu The Hobbit: The Unexpected
Journey (2012) dan The Hobbit: The Desolation of Smaug (2013), di tahun 2014 ini,
seri ketiganya yaitu The Hobbit: The Battle of the Five Armies telah di rilis ke seluruh
penjuru dunia. Wow! Bukankah sebuah kalimat pembuka yang basi?!
Kali ini, seri yang diadaptasi dari novel karangan J.R.R
Tolkien telah mencapai klimaksnya. Setelah perjalanan panjang dari Shire, Bilbo
Baggins (Martin Freeman) si Hobbit -manusia pendek dengan ukuran kaki yang tidak
porporsional serta banyak bulu di kakinya- bersama para Dwarf telah mencapai Gunung
Erebor. Misi telah selesai, namun ternyata cerita belumlah usai (azeek!). Justru
ada konflik baru yang muncul ketika mereka sampai di sana. Apa itu? Nonton!
Secara garis besar, The Hobbit: The Battle of the Five
Armies adalah film yang fokus tentang perang besar antar makhluk dengan ras yang
berbeda. Di pembukaan, Kita akan dibuat terkesima oleh epicnya perang antara
penduduk Lake Town yang diwakili oleh tokoh Bard The Dragon Slayer (Luke Evans)
melawan Smaug (Benedict Cumberbatch), naga laki – laki dengan kemarahan level
wanita datang bulan.
Selanjutnya kita akan disuguhkan pertempuran jarak dekat penuh
sentuhan magic antara Elves yang di pimpin oleh ibu suri Galadriel (Cate
Blanchett) yang bersama Saruman (Christopher Lee) melawan Necromancer untuk
membebaskan mbah – mbah sok kuat bernama Gandalf (Ian McKellen).
Pertarungan jarak dekat antara sang Raja Dwarf Thorin Oakenshield (Richard
Armitage) melawan Pemimpin Orc bernama Azog (Manu Bennett) yang
bengis dan licik juga tak kalah epic dengan lainnya. Pertarungan dengan
semangat dendam dari zaman dahulu antara dua ras.
Dan yang paling epic di antara yang epic, tentu saja perang
besar di medan tempur antara lima ras yang berbeda yaitu Dwarf, Human, Elves, Orc,
dan Wizard yang muncul terakhir. Pertempuran yang memperebutkan harta dan tahta tanpa
wanita di Gunung Erebor. Pertempuran untuk me-reclaim kekuasaan atas seluruh
benua. Sangat memanjakan mata karena bukan hanya tusuk, tebas, darah, dan
mayat, tapi kita juga disuguhkan koreografi perang yang ciamik nan aduhai. Sangat
menggambarkan sub judul dari film ini, The Battle of the Five Armies.
Apa? Anda bertanya dimana peran Hobbit? Sedikit! Pengaruh si
Bilbo paling cuma 10% dari keseluruhan plot cerita. Jika peran tersebut diganti
sama Saipul Jamil pun, tidak akan berpengaruh banyak sama jalan perangnya. Paling
dia nyanyi – nyanyi dikit, terus elves merasa terganggu. Terus Saipul Jamil dipanah. Terus dia mati di tempat. Film habis. Penonton tertawa. Dewi
Persik gak peduli. Saipul Jamil pun dicuekin. Kasian ya Saipul Jamil… ckckck.
Oh maaf, jadi menyimpang. Mari lupakan sementara Saipul
Jamil.
‘sungguh teganya dirimu, teganya, teganya, teganya,…’ terdengar
nyanyian Saipul Jamil di kejauhan. Cuekin aja!
Bagi orang yang hanya sekedar nonton karena gaya – gayaan dan
sok mengikuti trend di medsos tanpa tahu jalan cerita awalnya, kamu mungkin akan
kebingungan dengan tampang bego sambil ngedumel, ‘kok ini bisa begini? kok itu bisa
begitu? Tuhaaaan… kenapa ya gue jomblo?!’
Tapi, jika kamu sudah menonton kedua seri film The Hobbit
sebelumnya dan menunggu jawaban atas beberapa pertanyaan… cie ciee nunggu
jawaban nih ye! Kamu mungkin akan mendapatkannya walaupun tidak kesemuanya.
Bagi saya, sebetulnya ada pertanyaan yang tidak sempat
terjawab di film ini. Bagaimana nasib pemegang terakhir Arkenstone? Apakah di menjadi raja? Apakah dia
membuat batu tersebut sebagai mata cincin? Ataukah dia menjual batu tersebut ke Jatinegara? Tidak di beri tahu.
Overall, film ini memang menjadi pamungkas yang pas dari seri
The Hobbit. Untuk yang belum menonton dua film pertamanya, niscaya tidak akan
nyambung dengan ceritanya karena seri ketiga ini sangat terkait dengan kedua
film tersebut. Segeralah manfaatkan teknologi juru selamat bernama Ganool atau
Indowebster.
-Sekian-
No comments:
Post a Comment